HAMPIR setiap jam peristiwa kecelakaan yang berakhir dengan kematian terjadi di jalan raya. Harga nyawa manusia kian murah dan tak pernah takut untuk hilang. Para pengendara bermotor setiap saat memadati jalan-jalan utama, jalan alternatif bahkan jalan-jalan tikus. Kemacetan panjang kian sulit untuk diurai, rambu-rambu lalulintas dibeberapa titik tidak berfungsi. Petugas kepolisiaan yang seharusnya berjaga dan mengatur lalulintas tak hadir di lokasi. Jalan raya semakin semrawut.
Sejak terjadi peristiwa kecelakaan maut di jalan tol jagorawi beberapa tahun lalu, yang menewaskan 7 orang dan dikendarai oleh seorang anak berusia 13 tahun, telah membuka mata hati banyak pihak. Kemudian banyak lahir analisis dan teori yang mengemuka berkaitan dengan upaya penataan pengendara bermotor. Padahal sejatinya anak yang masih berusia dibawah 17 tahun belum diperkenenkan membawa kendaraan bermotor karena mereka belum berhak memperoleh SIM. Namun seiring dengan tuntutan gaya hidup dan membanjirnya tawaran iklan mobil dan motor, maka hampir setiap rumah telah memiliki kendaraan khususnya sepeda motor.
Dalam pengamatan yang sederhana, banyak faktor yang menyebabkan mengapa anak-anak dibiarkan bebas membawa kendaraan, baik ke sekolah maupun sekedar main-main saja. Ternyata orang tua memiliki peran yang amat besar dalam menghantarkan anak-anaknya bebas berkendara. Ada orang tua yang merasa terbantu karena kemana-mana bisa diantar oleh anaknya memakai kendaraan tanpa harus repot bayar sopir atau tukang ojeg.
Orang tua pun merasa bangga karena anaknya yang masih dibawah umur telah mahir membawa kendaraan. Bahkan ada orang tua yang menghadiahi anaknya ulang tahun atau berprestasi dalam bidang tertentu dengan memberi mobil ataupun sepeda motor. Risiko kematian pengendara motor ternyata 39 kali lipat lebih besar daripada pengendara mobil. Tetapi sebaiknya orang tua bisa menahan diri untuk tidak mempertontonkan kasih sayang kepada anaknya dengan cara yang keliru.
Kecemburuan sosial dikalangan anak-anak muncul . Anak yang tidak memiliki sepeda motor seolah terpinggirkan dari lingkungan pergaulan. Maka jangan aneh bila ada orang tua yang dibunuh oleh anaknya lantaran tidak mampu membelikan sepeda motor. Anak yang kebetulan memiliki kendaraan, dengan seenaknya berkendara tanpa mengindahkan atauran di jalan raya. Bisa diterka bila anak yang belum stabil emosinya kemudian membawa kendaraan di jalan raya, maka musibah demi musibah, kecelakan demi kecelakaan nyaris terjadi setiap menit.
Keleluasaan anak berkendara ketika berangkat ke sekolah, juga dimungkinkan karena sekolah menyediakan tempat parkir memadai bagi kendaraan siswa. Anak-anak seolah mendapat perlindungan dan dukungan dari sekolah. Walaupun ada upaya pelarangan dari pihak sekolah untuk tidak membawa kendaraan bermotor, seringkali disiasati oleh siswa dengan berparkir di halaman rumah warga dekat sekolah, atau di tempat-tempat yang dirasa aman. Harapan adanya operasi razia dari aparat kepolisian, sosialisasi peraturan berlalulintas yang berkelanjutan, sesungguhnya sesuatu yang selalu dinantikan.
Sikap reaktif dimunculkan oleh Pemda DKI Jakarta, merespon maraknya anak pelajar yang keluyuran dimalam hari dengan membawa kendaraan bermotor. Pemprov berencana akan memberlakukan jam malam atau jam wajib belajar pada awal oktober tahun ini. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan angka kecelakaan dan kriminal dikalangan anak-anak dan pelajar.
Kebijakan ini banyak didukung oleh para pendidik, dan orang tua karena dengan demikian anak-anak lebih banyak berkumpul dengan keluarga, aktivitasnya dapat terkontrol dan terawasi serta waktu belajar lebih banyak di rumah. Selama ini sering kita menyaksikan banyak anak-anak pada malam hari berkumpul di toko, mal, tempat hiburan, dan tempat-tempat tertentu yang terkadang membawa kendaraan bermotor dengan parkir sangat bebas dimana saja. Kumpul-kumpul mereka seringkali disertai dengan ritual menenggak minuman keras dan berakhir dengan mabuk. Tidak jarang mereka yang kemudian mengendarai kendaraan bermotor dalam keadaan mabuk, kemudian menghantarkannya kedalam kecelakaan maut di jalanan.
Rencana pemberlakuan jam malam diyakini akan banyak dihadapkan kepada kendala teknis. Pemerintah paling tidak harus memepersiapkan lebih banyak aparat keamanan yang berjaga hingga larut malam. Tidak mungkin aparat yang sudah bekerja disiang hari dengan penuh keletihan dilanjutkan bekerja dimalam hari.
Perlu kiranya dipertimbangkan bahwa banyak anak-anak sekolah yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, penelusuran minat dan kegiatan tambahan lainnya dilakukan malam hari. Kursus, bimbingan belajar, latihan seni, olah raga beladiri, main musik adalah beberapa contoh aktivitas anak-anak yang biasa kita saksikan dimalam hari. Mungkinkan kegiatan mereka diberangus? Padahal mereka melakukan itu semua karena umumnya hasrat untuk mengembangkan diri seringkali terjegal dan tidak terlayani oleh sekolah.
Pada realitasnya pelanggaran di jalan raya bukan saja dilakukan hanya oleh anak-anak dan pelajar. Hampir separuh pengguna jalan dipastikan pernah melabrak aturan di jalan raya, termasuk pelakunya adalah orang dewasa. Faktor yang mempengaruhinya adalah jalanan yang rusak parah, jarak tempuh yang jauh, kelelahan, panas, lapar, hujan, tidak membawa surat berkendara dan stress.
Oleh karena itu sering kita terperangah disaat berkendara, karena kecenderungan pengguna jalan raya adalah melanggar, dan itu seolah menjadi kultur bangsa ini. Karena yang merasa patuh sekalipun seringkali mendapatkan pembelajaran melanggar di jalanan. Perilaku yang setiap saat kita saksikan di jalanan dan menjadi menu sehari-hari adalah sopir ugal-ugalan, melawan arus, kecepatan tinggi, tanpa berhelm, memuat penumpang melebihi kapasitas, melabrak lampu merah, belok tanpa melihat sekeliling, tidak memiliki SIM, menelpon atau SMS saat berkendara, tanpa sein saat berbelok dan terbiasa menggunakan kaki, mengobrol dengan pengendara lain, penumpang berhenti dimana saja, kendaraan tidak dilengkapi dengan lampu, menyerobot tanpa klakson merupakan pemandangan yang lazim kita lihat dijalanan.
Selanjutnya bila ada peristiwa kecelakaan maut dijalanan, masyarakat tidak lagi menganggap sebagai berita heboh dan menggemparkan. Kecuali pelakunya seorang selebritis, keluarga pejabat atau keluarga sendiri. Mungkin saatnya kita berbenah diri, karena menunggu orang lain berubah sangat tidak mungkin, sementara kita saat ini menjadi aktor yang rajin melanggar.
0 Comments